DEV Community

Cover image for Peran Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam Optimalisasi Pertanian Berkelanjutan dan Ketahanan Pangan.
Mahardika Yurico for Hi Spatial

Posted on

Peran Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam Optimalisasi Pertanian Berkelanjutan dan Ketahanan Pangan.

Pendahuluan

Pertanian merupakan tulang punggung ketahanan pangan, dengan lebih dari sepertiga populasi dunia bergantung pada sektor ini sebagai sumber penghidupan utama [1]. Namun, sektor ini dihadapkan pada berbagai tantangan signifikan, termasuk pertumbuhan populasi yang pesat, urbanisasi, perubahan iklim, degradasi lahan, serta keterbatasan sumber daya air [1]. Dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut, inovasi teknologi menjadi kunci untuk menciptakan sistem pertanian yang lebih efisien, berkelanjutan, dan adaptif. Salah satu teknologi yang paling transformatif dalam dekade terakhir adalah Sistem Informasi Geografis (GIS). Teknologi GIS menyediakan kemampuan yang sangat kuat dalam pengumpulan, analisis, dan visualisasi data spasial, yang memungkinkan para pemangku kepentingan di sektor pertanian membuat keputusan yang lebih tepat berdasarkan data [2].

Melalui integrasi data spasial, GIS memungkinkan identifikasi faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi produktivitas pertanian, seperti kualitas tanah, pola curah hujan, dan topografi [3]. Penggunaan GIS dalam pertanian tidak hanya meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya, tetapi juga mendukung pengembangan praktik pertanian yang berkelanjutan, mitigasi dampak perubahan iklim, dan peningkatan ketahanan pangan [1].

1. Pengelolaan Lahan Pertanian yang Efisien melalui GIS

GIS telah menjadi alat yang sangat efektif dalam pengelolaan lahan pertanian, yang merupakan aspek krusial dalam pertanian berkelanjutan. Pengelolaan lahan dengan mempertimbangkan variabilitas spasial sangat penting untuk memastikan produktivitas lahan yang optimal serta meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan [3]. Melalui GIS, para peneliti dan agronomis dapat mengumpulkan dan menganalisis data tentang kondisi tanah, topografi, curah hujan, kelembaban tanah, suhu, dan data lingkungan lainnya [3].

Dengan pemodelan data tersebut, GIS memungkinkan identifikasi zona agroekologi yang ideal untuk berbagai jenis tanaman. Sebagai contoh, wilayah dengan tanah bertekstur lempung dengan tingkat kemiringan rendah serta akses air yang baik dapat diidentifikasi sebagai area optimal untuk tanaman padi [3]. Sebaliknya, lahan dengan tanah yang lebih berpasir dan curah hujan yang lebih rendah lebih cocok untuk tanaman yang tahan kekeringan, seperti jagung atau sorgum.

Penelitian yang memanfaatkan GIS untuk manajemen lahan telah menunjukkan bahwa pendekatan ini mampu meningkatkan efisiensi penggunaan lahan hingga 30%, dengan potensi peningkatan hasil pertanian sebesar 10-15% dalam kondisi tertentu [4]. Ini dapat dicapai dengan menghindari pemilihan tanaman yang tidak cocok dengan kondisi lahan, serta memaksimalkan penggunaan area yang memiliki potensi produktivitas tinggi. Di sisi lain, pengelolaan lahan yang lebih efisien juga membantu mengurangi degradasi lahan, termasuk erosi tanah dan penurunan kualitas tanah akibat penggunaan pupuk atau pestisida berlebihan [3].

2. Pemetaan Risiko dan Manajemen Bencana Alam dalam Pertanian

Bidang pertanian sangat rentan terhadap bencana alam seperti banjir, kekeringan, dan tanah longsor, yang dapat menyebabkan kerugian ekonomi dan pangan yang signifikan [1]. GIS telah memainkan peran penting dalam pemetaan risiko bencana alam di sektor pertanian, yang memungkinkan pemerintah dan petani untuk merencanakan langkah-langkah mitigasi dan adaptasi yang lebih baik. Melalui integrasi data cuaca, topografi, dan historis bencana, GIS mampu memodelkan wilayah yang paling berisiko terkena bencana alam [3].

Sebagai contoh, melalui analisis data spasial, GIS dapat mengidentifikasi wilayah yang rawan banjir, memungkinkan petani untuk menghindari menanam tanaman yang membutuhkan banyak air di daerah tersebut, atau mengambil langkah-langkah untuk membangun infrastruktur drainase yang lebih baik [3]. GIS juga dapat digunakan untuk memodelkan potensi kekeringan di masa mendatang, memberikan petunjuk kepada petani tentang waktu yang tepat untuk menanam, serta memberikan panduan tentang penggunaan sistem irigasi yang lebih efisien untuk mengurangi dampak kekeringan [5].

Kemampuan GIS untuk memantau kondisi iklim dan tanah secara real-time memungkinkan tindakan respons yang lebih cepat ketika bencana terjadi. Dengan menghubungkan data spasial dengan teknologi pemantauan satelit, GIS dapat memberikan informasi terkini tentang dampak bencana alam, termasuk area lahan pertanian yang terdampak dan estimasi kerugian yang dihasilkan [6].

3. Optimalisasi Manajemen Sumber Daya Air dengan GIS

Manajemen sumber daya air merupakan tantangan utama dalam pertanian, terutama di wilayah-wilayah yang rawan kekeringan atau memiliki distribusi air yang tidak merata [1]. GIS memungkinkan pemetaan distribusi sumber daya air, baik dari air permukaan seperti sungai dan danau, maupun air bawah tanah [5]. Melalui penggunaan citra satelit dan data hidrogeologis, GIS dapat digunakan untuk memantau pergerakan air dan mengidentifikasi area-area yang mengalami kekurangan air atau memiliki risiko erosi yang tinggi akibat aliran air yang tidak terkendali [6].

Dalam manajemen irigasi, GIS dapat digunakan untuk merencanakan jaringan irigasi yang lebih efisien dengan memetakan kebutuhan air setiap tanaman di berbagai lokasi [4]. Penelitian menunjukkan bahwa penerapan sistem irigasi berbasis GIS mampu meningkatkan efisiensi penggunaan air hingga 25%, sambil menjaga hasil pertanian tetap stabil bahkan di wilayah yang mengalami penurunan curah hujan [5]. Dengan meningkatnya ancaman perubahan iklim, pendekatan ini menjadi semakin relevan dalam memastikan ketersediaan air bagi sektor pertanian.

4. Pemetaan dan Pemantauan Kesehatan Tanaman dengan GIS

Selain berperan dalam pengelolaan lahan dan sumber daya air, GIS juga memainkan peran penting dalam pemantauan kesehatan tanaman. Dengan menggunakan data penginderaan jauh dari satelit dan pesawat nirawak (drone), GIS memungkinkan deteksi dini masalah kesehatan tanaman, seperti penyakit, hama, atau kekurangan nutrisi, yang mungkin tidak terdeteksi oleh pengamatan mata biasa [6]. Teknologi ini memungkinkan analisis spasial terhadap perubahan vegetasi, pola pertumbuhan tanaman, serta tingkat kandungan klorofil dan kelembaban tanah [5].

Penelitian yang mengintegrasikan GIS dan penginderaan jauh untuk pemantauan kesehatan tanaman menunjukkan peningkatan hasil pertanian hingga 20% di wilayah yang telah menerapkan teknologi ini [6].

5. GIS dalam Perencanaan Ketahanan Pangan.

Ketahanan pangan merupakan isu global yang mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia [1]. GIS memiliki peran penting dalam perencanaan ketahanan pangan dengan memungkinkan pemetaan distribusi pangan, identifikasi wilayah yang berisiko terhadap kelaparan, serta perencanaan jaringan distribusi pangan yang lebih efektif [1]. GIS memungkinkan analisis spasial terhadap pola produksi dan distribusi pangan, termasuk pemetaan wilayah yang mengalami kelebihan atau kekurangan pangan [2].

Dalam konteks perubahan iklim, GIS juga dapat digunakan untuk memodelkan dampak perubahan iklim terhadap produksi pangan di masa depan [2]. Dengan menggunakan data proyeksi iklim, GIS dapat memberikan pandangan tentang bagaimana perubahan suhu, curah hujan, dan kejadian ekstrem seperti kekeringan atau banjir akan mempengaruhi produktivitas pertanian di berbagai wilayah [4].

Kesimpulan

Sistem Informasi Geografis (GIS) telah terbukti menjadi alat yang sangat efektif dalam mendukung pertanian berkelanjutan dan ketahanan pangan. Melalui analisis data spasial yang mendalam, GIS memungkinkan pengelolaan lahan, sumber daya air, dan kesehatan tanaman yang lebih efisien. Teknologi ini juga membantu sektor pertanian beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim dan risiko bencana alam. Investasi dalam pengembangan teknologi GIS serta peningkatan kapasitas pemangku kepentingan di sektor pertanian menjadi hal yang sangat penting untuk memastikan ketahanan pangan yang berkelanjutan bagi generasi mendatang.

Daftar Pustaka:
[1] FAO. (2021). The State of Food Security and Nutrition in the World 2021. Rome: FAO.
[2] World Bank. (2019). Agriculture and Food. Washington, D.C.: The World Bank.
[3] Sabins, F. F. (2007). Remote Sensing: Principles and Interpretation. New York: W.H. Freeman and Company.
[4] Xie, Y., Sha, Z., & Yu, M. (2008). Remote sensing imagery in vegetation mapping: a review. Journal of Plant Ecology, 1(1), 9–23.
[5] Weng, Q. (2011). Advances in Environmental Remote Sensing: Sensors, Algorithms, and Applications. Boca Raton: CRC Press.
[6] Zhang, C., & Kovacs, J. M. (2012). The application of small unmanned aerial systems for precision agriculture: a review. Precision Agriculture,

Top comments (0)